“Afwan ukhti, anti sudah tidak liqa lagi? Atau anti sedang
futur?” tanya Mawar seketika kepada Bunga yang dilihatnya berubah cara
mengenakan jilbabnya.
“Iya nih Kak”, jawab Bunga
sekenanya.
Dialog di atas adalah sekelumit
cerita kawan saya – Bunga – ketika dia merubah penampilan jilbabnya. Bukan
memendekkan jilbabnya hingga ke leher, hanya saja Bunga membuat jilbabnya
dengan suatu model dengan tetap menjulur menutupi dada. Memang tidak sepanjang
jilbab Mawar tapi masih syar’i karena sebelumnya Bunga telah bertanya dahulu
dengan guru ngajinya. Ketika guru ngajinya mengatakan bahwa jilbab itu masih
tergolong panjang dan menutupi dada, maka tak masalah. Masalah justru hadir
ketika Bunga berangkat ke kampus dan bertemu dengan kakak seniornya, yang
seketika langsung menjudge Bunga sedang futur. Sedang jawaban Bunga di
atas bukanlah jawaban sebenarnya. Hanya sekenanya. Bunga hanya merasa heran,
ketika iman hanya di ukur oleh panjang atau pendeknya jilbab. Selama jilbabnya
masih syar’i, toh tidak masalah.
Lain waktu, dikarenakan sedang
kehabisan pulsa, maka Mawar meminjam handphone kepada Bunga. Bunga
meminjamkannya dan Mawar pun segera menelpon seseorang sambil menjauhi Bunga.
Beberapa hari kemudian, ketika jam
menunjukkan pukul dua pagi. Saat itu Bunga sedang tertidur pulas, kemudian handphonenya
berdering. Sambil mengantuk, Bunga mengangkat handphonenya. Bukan main
ia terkejut, karena ternyata si penelepon mencari Mawar dan si penelepon itu
adalah seorang laki-laki.
“Assalamu’alaikum, ukhti Mawar ada?”
tanya si penelepon
“Wa’alaikumsalam Afwan, Mawarnya
tidak ada”. Jawab Bunga sambil mengantuk
“Iya tolong di panggilkan ukhti
Mawarnya”. Si penelepon rada memaksa
“Ini bukan handphonenya
Mawar, kemarin dia pinjam handphone saya”. Balas Bunga dengan sedikit
kesal
Esok harinya, Bunga menceritakan kejadian semalam kepada Mawar. Di tanyalah Mawar.
Esok harinya, Bunga menceritakan kejadian semalam kepada Mawar. Di tanyalah Mawar.
“Kak, semalam jam dua ada telpon
dari ikhwan yang mencari kakak”. Bunga mengawali percakapan
“Oh itu, Ana mah biasa ngurusin
kerjaan malam-malam sama ikhwan itu”. Jawab Mawar
Dalam hati Bunga merasa heran,
“berinteraksi dengan ikhwan malam-malam seperti itu bahkan hingga pukul dua
pagi, memang hanya urusan pekerjaan, tapi jika berlanjut terus menerus bukan
malah menjurus ke masalah hati?”. Tapi pertanyaan itu hanya Bunga simpan dalam
hati. Ia tidak berani meneruskan ketika jawaban Mawar langsung telak
mengejutkan Bunga.
Saya mengenal Bunga, Dia memang
tidak mengenakan jilbab yang panjangnya hingga ke paha. Tapi saya kenal dengan
Bunga yang mampu menjaga interaksinya dengan lawan jenis, meskipun aktivitasnya
tidak hanya terbatas pada sesama jenis. Dia juga mampu menjaga hatinya meskipun
banyak berinteraksi dengan lawan jenis karena keharusan.
Bunga mungkin terbilang sebagai
akhwat yang “slengean” dan saya mengenalnya seperti itu. Tapi dia terbilang
akhwat yang cukup aktif dalam organisasinya. Dia bisa menjadi contoh seseorang
yang selalu on-time ketika ada suatu agenda, kecuali ada suatu alasan
syar’i yang membuatnya datang lebih lambat. Bunga yang sangat loyal ketika di
beri suatu amanah.
Karena “keslengeannya” itu pula,
saya menjadi tahu baik buruknya dia. Bukan seseorang yang hanya berusaha baik
secara penampilan tapi buruk di belakangnya.
Slengean yang saya maksud bukanlah
berkelakuan buruk dan tidak menjaga perilaku. Tetapi slengeannya Bunga adalah
gampang berbaur dengan orang lain baik muslim maupun non muslim, dengan tetap
menjaga perilaku sebagai muslimah. Ceplas ceplos, tidak di buat-buat dan apa
adanya tapi tetap syar’i. Dan tidak pula baik di penampilan fisik tapi buruk di
dalamnya.
Saya jadi teringat akan sebuah
kutipan, Jangan pernah lihat dari panjangnya jilbab tapi dari akhlaqnya. Karena
jika jilbab seseorang sudah memenuhi ketentuan syar’i maka tak ada alasan untuk
memandangnya sinis.
Syarat jilbab:
- Hijab/jilbab menutupi seluruh badan (rambut sampai kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.
- Hijab/jilbab tidak dimaksudkan sebagai hiasan bagi dirinya, sehingga tidak diperbolehkan memakai kain yang berwarna mencolok, atau kain yang penuh gambar atau hiasan.
- Hijab/jilbab harus lapang dan tidak sempit sehingga tidak menggambarkan postur tubuhnya
- Hijab/jilbab tidak memperlihatkan sedikit pun bagian kaki wanita
- Hijab/jilbab yang dikenakan itu tidak sobek sehingga tidak menampakkan bagian atau perhiasan wanita
- Hijab/jilbab tidak menyerupai pakaian laki-laki
Sumber: Fiqih Wanita, Syaikh Kamil
Muhammad ‘Uwaidah
Dan ilmu pun tak bisa di lihat dari
panjangnya jilbab. Bisa jadi mereka yang terlihat biasa justru memiliki akhlaq
yang luar biasa. Dan bisa jadi seseorang yang di luar terlihat slengean, tapi
secara hati dan perilaku lebih bisa menjaga hal-hal yang merusak imannya. Bukan
lagi masanya melihat sesuatu dari penampilan fisik dan menganggap diri lebih
mulia dikarenakan penampilan fisik yang sempurna. Bukan saatnya lagi
menggolong-golongkan kawan berdasarkan ukuran jilbab. Maka ukuran jilbab
bukanlah sebuah nilai. Karena Allah hanya melihat ketaqwaan hambaNya.
Allahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar