Senja ini kulihat begitu romantisnya,
setiap detik sembunyinya matahari kebalik gunung merapi kunikmati dengan senyuman, cahayanya yang lebut, warnanya
yang jingga keemasaan, sungguh perpaduan yang sempurna jika dilihat dari taman kecil
belakang rumahku.
Seandainya saja kamu sekarang ada
disini, bersamaku menikmati potongan-potongan senja ini, menghitung mundur
pertukaran tempat antara raja siang dan malam, sungguh.., aku sangat
merindukanmu, sosok ceriamu, hadir disini bersamaku.
“Suatu hari aku akan disisimu,
menemanimu bercanda dengan senja”
Janjimu ketika kuceritakan
tentang indahnya senja di belakang rumahku.
Nyaringnya gema adzan dari
musholla kecil diujung jalan kampung membuyarkan kemesraanku dengan sang senja,
bergegas kuambil wudlu sebelum jamaah maghrib itu meninggalkanku.
“Makanya sebelum adzan itu datang
ke musholla, biar nggak ketingalan sholat jama’ah”, omelan yang sama dari sosok
Emakku, setiap kali aku telat sholat berjama’ah.
Meski dengan susah payah,
kupaksakan juga untuk tidak telat kali ini, aku yakin mereka mau menungguku
untuk menjadi salah-satu bagian dari makmum jamaah sholat. Sehingga omelan
mesra emakku tak akan ku dengarkan kali ini.
****
“Kamu kok
ceria sekali Le, ada apa??, nggak biasa-biasanya kamu seperti ini, hayoooo…,
lagi jatuh cinta ya??”
“Ah Emak,
ada-ada saja, nggak kok, hanya merasa sedikit bahagia aja”,
“Yo wes,
terserah kamu, kalau memang gak mau berbagi, asal kamunya seneng Mak manut
saja”.
Maafkan anakmu
Mak, sungguh tidak ada sedikitpun maksudku untuk menyembunyikan semuanya dari
pandangan polos matahatimu, tapi aku takut keyakinan semu ini benar-benar semu
adanya, biarlah kunikmati sendiri kebahagiaan kecil ini karena aku tak tahu
kapan semuanya ini kembali berakhir seperti beberapa kisah lain dalam hidupku.
Lampu kamar kunyalakan, tanda ON
di laptopku kutekan, dan secepat kilat layar monitor berlatar belakang foto
kamu menyapaku ramah, tak butuh waktu lama sebuah fasilitas internet telah
menunggu masukan ID dan passwordku.
“Hai…, Assalamu’alaikum”.
“Wa’alaikum salam, kok baru OL
mas, katanya tadi sore mau OL?”.
“Maaf, aku tadi terbius oleh
keindahan senja, entah kenapa pesonanya selalu saja memabukanku”.
“Hemm…, kapan ya aku bisa
menikmati senjamu, berdua denganmu”.
“Jika memang Tuhan mengijinkan,
hari itu pasti menjadi hari yang sangat membahagiakan dalam seumur hidupku.
“Amin…”.
Kulihat senyummu menghiasi layar
monitorku, sebuah senyum yang sering kugambarkan menjadi penghias senjaku,
sebuah senyum yang selalu setia menemani setiap soreku.
“Mas.., kamu masih disana??”.
“Ya de’, masih…., masih kok”
“Kok diem??, makanya nyalain dong
cam kamu, biar aku tahu kamu sedang apa”.
“Sabar De’, suatu hari aku akan
membaginya ke kamu”.
“Kalo gitu aku matiin ya cam
aku”.
“Jangan….., jangan dong, plezzzzzz,
senyummu adalah happyku, jangan dimatikan ya, ya!!”.
“Terserah kamu deh, tapi janji ya
kapan2 kamu mempelihatkan cam kamu”.
Hemmm…., seandainya saja kamu
tahu perasaanku sekarang, sebuah peleburan antara perasaan ketakutan dan
kebencian, katakutan akan menghilangnya sosok manismu jika mengetahui seperti
apa aku, kebencian akan kekerdilan jiwaku yang tak sanggup membuka topeng
diriku, maafkan aku De’, maafkan, biarkanlah rasa ini kunikmati sendiri, aku
takut kehilangannya, hidupku mati tanpa senyummu, sapaanmu, leluconmu, dan
semuanay tentangmu.
***
Jadilah senja dalam seumur
hidupku, aku hanyalah sampah yang tak bernilai, menjadi bagian dari hari-harimu
adalah sebuah keindahan dalam hidupku.
Akhirnya pilihan kata ini yang
kukirimkan kepadamu sebagai pendamping kadoku, dengan hati-hati bungkusan
mungil berpita kecil berisi sebuah boneka kristal lucu kumasukan ke sebuah
kotak lain yang berukuran sedikti lebih besar, tak lupa kusisipkan sebuah
kertas surat
yang telah kutulis beberapa waktu sebelumnya didalamnya, dan taklupa kutuliskan
alamat lengkapmu, aku ingin kado ini menjadi kado special di hari ulathmu.
Dengan penuh semangat kuhidupkan
latopku, sebuah sapaan BUZZ mengagetkanku ketika baru saja kuhadirkan sosok
mayaku di komputermu.
“Mas aku sudah menerima hadiahmu,
aku merasa tersanjung mas, terimakasih ya”.
“Sama2 de’, aku senang jika kamu
bahagia”.
“Aku ingin memebrimu hadiah juga,
alamat lengkapmu dimana mas”.
“Tidak usah, kamu tidak perlu melakukan
hal itu”.
“Tapi aku ingin memebrimu sesuatu,
ulathku tahun lalu kemu memberik hadiah, kamarin tanpa ada momen special apapun kamu juga
mengirimiku hadiah, dihaei ultahku yang sekarang kamu juga berbuat demikian”.
“Kamu layak mendapatkannya De’,
kamu sangat special”.
“Kenapa sih mas??, apa yang kamu
sembunyikan dariku, kenapa aku meras kamu semakin menutup rapat jati dirimu”.
“Apa belum cukup photo yang aku
kirimkan ke kamu waktu itu, atau kamu meragukan kalau photo itu adalah
diriku???, sehingga sebuah cam atau pertemuan bisa memantapkan hatiku tentang
siapa akus ebenarnya”. Kali ini nada kata-kataku sedikit tinggi, dan aku yakin
kamupun merasakan hal yang sama.
“Maaf Mas, bukan begitu maksudku,
aku hanya…, ah sudahlah lupakan saja”.
Maaf de’, maafkan aku aku belom
siap membuka kedokku, aku belom siap kamu mengetahui siapa aku, beri aku waktu
de’. Dan semoga foto orang lain yang kupasang sebagai identitas mayaku bisa
membuatmu memperindah bayangan akan sosokku.
“Mas aku lusa mau kekotamu, ada sedikti urusan yang mesti
aku selesaikan”.
Bagai tersengat listrik ketika
kudengar kata-katamu, duhh Gusti, apa yang mesti hamba lakukan sekarang.
Haruskan ini saat yang tepat membuka tabir sosok nyataku, ataukah aku harsu
kembali lari dan lari dari kejaran keingintahuan gadisku.
“Mas??, alooooo??, are u there??”
“Hemmm…, ya, aku masih disini, kapan kamu akan kekotaku?”.
“Seminggu lagi, aku sendirian, nanti kalau dah sampai sana, kamu mau kan
jadi pemanduku”.
Ya Alloh, Ya Rob…., sunguh aku tak mau kehilanagn bahagia
kecilku ini, aku takut, aku takut dia berpaling ketika mengetahui semua
rahasiaku, tolong hambamu ya Alloh.
“Baik, aku akan membantumu, kalau kamu sudah sampai hubungi
aja no. telp ini”.kusebutkan sebuah kombinasi nomor cantik milik sahabatku,
maafkan de’, aku terpaksa melakukan hal ini.
“Makasih ya mas, btw aku harus pergi sekarang, takecare ya
Assalamu’alaikum”.
“Wa’alaikumsalam”, kujawab salammu sambil menahan ketakutan
di hati.
Beregegas kutekan tombol off komputerku, dengan penuh
harapan kucoba memepercepat langkahku menuju rumah sahabatku, Wahyu.
“Gila kamu ya, jadi selama ini photoku kamu pakai sebagai
identitas dunia mayamu, bahkan no HPku juga kamu bagikan ke wanita itu?”. omel
sahabatku ketika kumintai tolong untuk menjadi pengganti sosok diriku ketika dalam
seminggu kedepan harus menemani cintamayaku.
“Tolonglah yu, aku ngak sanggup bersikap jujur padanya, dia
begitu indah untukku, aku ngak mau kehilangan sosoknya”.
“tapi aku nggak bisa menjadi dirimu, aku ngak kenal dengan
dia, bagaimana dia, topik pembiacaraan apa yang nanatinya bisa menyambungkan
diantara kami??? Coba kamu pikir, kalau ternyata nanti dia malah merasa nggak
nyambung denganku”.
“Gampang nanti aku akan memberikan gambaran detail tentang
dia, aku akan mentrainningmu selama sehari ini, agar memudahkanmu mengenal
sosoknya”.
“Kamu bener-bener gak waras ya, edan kamu”
“Aku akan jauh tidak waras jika melihat kekecewaaan
dimatanya ketika mengetahui siapa aku sebenarnya”.